Masjid merupakan tempat sentral umat islam dari zaman Nabi Muhammad saw., sampai saat ini pun penggunaan masjid tidak hanya untuk beribadan saja melainkan untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan lainnya. Masjid Al-Ikhlas merupakan masjid yang letaknya berdekatan dengan alun-alun kota Bariko. Karena letaknya yang strategis, masjid tersebut sering dikunjungi musafir yang shalat sembari beristirahat. Adapula pengunjung yang hanya numpang kencing. Pengunjung semacam ini yang menjadikan satpam merasa resah, pasalanya ia datang hanya buang kotoran tanpa mengisi kotak amal, saking geramnya pak satpam sampai mengusir setiap pendatang yang melebihi jam buka. Alhasil, masjid tersebut memiliki aturan jam buka yang dibuat oleh satpam itu sendiri dengan tujuan menghindari pendatang yang hanya numpang buang air kecil, terlebih jika diketahui orang tersebut berasal dari alun-alun.
Emosi sang satpam semakin meningkat karena suatu hari ia menemukan pemabok yang muntah di kamar mandi yang baunya tidak karuan. Belajar dari kejadian ini sang satpam menjadi sangat tegas dalam mengusir pengunjung yang datang setelah jama’ah shalat isya selesai.
Di masjid hanya numpang BAB atau BAK diperolehkan, selama hal tersebut telah berlaku dan tidak ada larangan baik dari tokoh agama atau pihak terkait lainya.
وسئل العلامة الطنبداوي عن الجوابي والجرار التي عند المساجد فيها الماء إذا لم يعلم أنها موقوفة للشرب أو الوضوء أو الغسل الواجب أو المسنون أو غسل النجاسة؟ فأجاب إنه إذا دلت قرينة على أن الماء موضوع لتعميم الانتفاع: جاز جميع ما ذكر من الشرب وغسل النجاسة وغسل الجنابة وغيرها. ومثال القرينة: جريان الناس على تعميم لانتفاع من غير نكير من فقيه وغيره إذا الظاهر من عدم النكير
“ Syaikh Thombadawiy ditanya mengenai air kulah di masjid, yang tidak diketahui apakah diwakafkan untuk minum, wudlu, mandi wajib dan sunah, atau menghilangkan Najis? Beliau menjawab : jika ada indikasi bahwa air ditujukan untuk kemanfaatan umum maka boleh untuk semua itu. Contoh indikasi yaitu sudah berlaku orang-orang memanfaatkan air tersebut tanpa ada larangan dari ahli fikih setempat.”
قوله: (وتحرم من ماء موقوف الخ) أي تحرم الزيادة على الثلاث من ماء موقوف على من يتطهر به أو يتوضأ منه كالمدارس والربط لانها غير مأذون فيها مغني ونهاية قال ع ش ويؤخذ من هذا حرمة الوضوء من مغاطس المساجد والاستنجاء منها للعلة المذكورة لان الواقف إنما وقفه للاغتسال منه دون غيره نعم يجوز الوضوء والاستنجاء منها لمن يريد الغسل لان ذلك من سننه وكذا يؤخذ من ذلك حرمة ما جرت به العادة من أن كثيرا من الناس يدخلون فمحل الطهارة لتفريغ أنفسهم ثم يغسلون وجوههم وأيديهم من ماء الفساقي المعدة للوضوء لازالة الغبار ونحوه بلا وضوء ولا إرادة صلاة وينبغي أن محل حرمة ما ذكر ما لم تجر العادة بفعل مثله في زمن الواقف ويعلم به قياسا على ما قالوه في ماء الصهاريج المعدة للشرب من أنه إذا جرت العادة في زمن الواقف باستعمال مائها لغير الشرب وعلم به لم يحرم استعماله فيما جرت العادة به وإن لم ينص الواقف عليه اه
“ (Air wakaf haram) haram memakai air wakaf lebih dari tiga bagi orang yang bersuci atau wudlu seperti madrasah dan pondok. Karena tidak diizinkan. Mughni dan Nihayah. Imam Syibromalisi berpendapat ; dari sini jelas hukumnya haram wudlu dan istinja di bak mandi masjid karena alasan itu. Sebab wakif mewakafkannya untuk mandi bukan yang lain. Boleh wudlu dan istinja bagi orang yang hendak mandi karena termasuk kesuanahan mandi. Dari itu semua dapat diambil kesimpulan, hukumnya haram apa yang berlaku yaitu orang-orang masuk kulah guna mencuci muka dan tangan untuk menghilangkan debu menggunakan air yang diwakafkan untuk wudlu, tanpa wudlu dan sholat. Seyogyanya konteks keharaman apabila hal itu tidak berlaku saat wakif masih ada dan tahu.”
Tindakan satpam mengunci masjid setelah jama’ah shalat isya selesai dibenarkan dalam rangka untuk menjaga dan melindungi yang ada di dalam masjid.
Refrensi:
لا بأس بإغلاق المسجد في غير وقت الصلاة صيانة وحفظا لما فيه خلافا لأبي حنيفة فإنه منع من غلقها بحال، قاله الصيمري في شرح الكفاية ونقله في الروضة عنه، وأقره وجزم به قبل باب السجدات وفي بعض كتب الحنفية: يكره غلق باب المسجد لقوله تعالى ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه، وحولف في ذلك، فقيل: كان هذا في زمان السلف، فأما زمننا وقد كثرت الجنايات فلا بأس بإغلاقه احتياطا على متاع المسجد وتحرزا عن نقب بيوت الجيران من المسجد
“ Tidak masalah mengunci masjid pada selain waktu sholat guna menjada apa yang ada di dalamnya. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang melarang mengunci masjid. As-Soimari menyamapikan itu di syarah Kafiyah menukil dari raudhoh. Dia menyatakan dan yakin dengan hal itu pada bab sajadah di sebagian kitab madzhab Hanafi : makruh mengunci pintu masjid berdasarkan firmanNya : “ siapa yang lebih zalim dari pada orang yang mencegah masuk masjid-masjid Allah swt untuk berdzikir asmaNya di dalam.” Dikatkan hal itu pada zaman ulama salaf, Adapun zaman kita sekarang banyak terjadi kasus maka tidak masalah dikunci untuk berhati-hati menjadi harta masjid.”
ولا بأس بإغلاقه في غير أوقات الصلاة صيانة له وحفظا لما فيه ومحله كما في المجموع إذا خيف امتهانه وضياع ما فيه ولم تدع حاجة إلى فتحه وإلا فالسنة عدم إغلاقه ولو كان فيه ماء مسبل للشرب لم يجز غلقه ومنع الناس من الشرب
“ Tidak masalah mengunci masjid pada selain waktu sholat untuk menjaga apa yang ada di dalam. Konteksnya, seperti di majmu’, adalah jika dikhawatirkan tersia-sianya barang yang ada di dalam dan tidak ada hajat untuk dibuka, namun jika tidak ada kekhawatiran maka sunnah dibuka.bahkan jika di dalamnya ada air yang disediakan untuk diminum maka tidak boleh dikunci.”